AMDAL
ANALISA MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
DARI
PENCEMARAN YANG MEMUAT
RPL
(RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN),
SEL
(STUDI EVALUASI LINGKUNGAN),
RKL
(RENCANA KELOLA LINGKUNGAN),
DAN
KEBIJAKAN
TENTANG LINKUNGAN
Latar
Belakang
Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan, yang sering disingkat dengan AMDAL, lahir dengan
diundangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat yaitu,
National Environmental Policy Act (NEPA),
pada tahun 1969. NEPA 1969 mulai
berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Pasal 102 (2) (C) dalam undang-undang ini
menyatakan, semua usulan legislasi dan aktivitas pemerintah federal yang besar
yang diperkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan diharuskan
diserta laporan Environment Impact
Assessment (Analisis Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut.
NEPA 1969 merupakan
suatu reaksi terhadap kerusakan lingkungan oleh aktivitas manusia yang makin
meningkat, antara lain tercemarnya lingkungan oleh pestisida serta limbah
industri dan transpor, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta
menurunnya nilai estetika alam.
Pada tahun 1962
terbitlah buku Rachel Carson yang berjudul The
Silent Spring (Musim Semi Yang Sunyi). Dalam Bab 1 bukunya itu Carson
antara lain menyatakan: “Penyakit misterius telah menyerang ayam, sapi serta
domba sakit dan mati. Di mana-mana terdapat bayangan kematian. Para petani
berbicara tentang banyaknya kematian dalam keluarga mereka. Para dokter
menghadapi teka-teki penyakit baru. Kematian sekonyong-konyong yang tak dapat
diterangkan penyebabnya terjadi di antara orang dewasa maupun anak-anak yang
tiba-tiba menjadi sakit waktu bermain-main dan meninggal dalam waktu beberapa
jam. Ada kesunyian yang aneh. Burung-burung, misalny, kemana mereka pergi.”
Sebelum diterbitkannya
buku Carson itu di bagian dunia yang lain, yaitu di Jepang, terjadi malapetaka
uang mengerikan. Pada akhir tahun 1953 di antara penduduk nelayan dan
keluarganya di sekitar Teluk Minamata di baratdaya Pulau Kyushu, yang makanan
utamanya terdiri atas ikan, terjadilah wabah neutrologisyang tidak menular.
Penyakit itu belum
dikenal oleh dunia kedokteran. Baru pada tahun 1959 dapatlah ditunjukkan,
penyakit tersebut disebabkan oleh konsumsi ikan yang tercemar oleh
metilmerkuri. Sumber metilmerkuri ialah limbah yanga mengandung Hg dari
beberapa pabrik kimia milik Chisso Co. yang memproduksi plastic (PVC). Limbah
tersebut telah dibuang ke Teluk Minamata selama beberapa tahun sebelum 1953.
Metilmerkuri itu terbentuk dari asetaldehide dan air raksa anorganik yang
digunakan sebagai katalisator. Penyakit ini kemudian dikenal dengan nama
penyakit Minamata.
Walaupun air raksa di
dalam air laut semula rendah, organisme tertentu dapat menimbun air raksa yang
diserapnya dari lingkungannya kedalam tubuhnya. Peristiwa ini disebut
bioakumulasi. Kadar tersebut makin lama dapat menjadi makin tinggi dalam rantai
makan-memakan dari plankton sampai ke ikan. Dalam ekologi rantai makan-memakan
disebut rantai makanan dan masing-masing rantai makanan disebut tingkat trofik.
Peningkatan kadar suatu
zat melalui rantai makanan disebut pelipatan
biologik (biological magnification). Pelipatan biologic banyak terjadi di
dalam alam, namun tidak selalu terjadi dengan semua zat maupun pada semua
rantai makanan (Koeman, 1983).
Malapetaka lain yang
berkaitan dengan air raksa telah terjadi di Irak yang menerima benih gandum
dari Meksiko yang telah diperlakukan dengan fungisida air raksa, yaitu
etilmerkuri p-toluen sulfonanilida. Benih tersebut dimaksudkan untuk ditanam
dan bukan untuk dikonsumsi. Akan tetapi penduduk yang melarat telah memakannya,
sehingga mengalami keracunan. Dengan jatuhnya korban pemerintah Irak
mengumumkan, siapapun yang mempunyai benih yang telah diperlakukan itu akan
ditindak tegas, bahkan dapat dihukum mati. Karena ketakutan para petani yang
mempunyai benih tersebut membuangnya ke sungai dan danau yang berdekatan.
Akibatnya ialah tercemarnya air sungai dan danau yang mengakibatkan keracunan
penduduk yang amat luas. Diperkirakan 5.000-50.000 orang telah meninggal dan
lebih dari 100.000 orang atau bahkan mungkun sampai 500.000 orang telah menjadi
cacat seumur hidup (Bakir et al.,
1973).
Dari contoh di atas
jelaslah apa yang ditulis oleh Carson dalam bukunya The Silence Spring bukanlah
suatu impian, melainkan memang benar-benar dapat terjadi. Maka dapatlah
dimengerti mengapa terjadi reaksi yang sangat keras terhadap kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Lahirlah berbagai
organisasi yang menamakan dirinya sebagai organisasi nir-pemerintah (
non-governmental organization atau NGO) yang sangat militant. Banyak NGO ini
sangat aktif dalam persiapan dan selama konferensi PBB tentang lingkungan hidup
di Stockholm. Di Indonesia NGO disebut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
PEMBAHASAN
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan diperuntukkan bagi perencanaan program dan proyek.
Karena itu AMDAL sering pula disebut preaudit.
Baik menurut undang-undang maupun berdasarkan pertimbangan teknis. AMDAL
bukanlah alat untuk mengkaji lingkungan setelah program atau proyek selesai dan
operasional. Sebab setelah program atau proyek selesai lingkungan telah
berubah, sehingga garis dasar seluruhnya atau sebagian telah terhapus dan tidak
ada lagi acuan untuk mengukur dampak.
AMDAL
seharusnya digunakan tidak saja untuk program atau proyek yang bersifat fisik,
melainkan juga untuk yang bersifat non-fisik, termasuk usulan produk
legislatif. Hingga kini AMDAL baru berkembang untuk proyek fisik. Karena itu
perlu ada penelitian untuk mengembangkan teknik AMDAL untuk program, baik fisik
maupun non-fisik, dan untuk proyek non-fisik.
Di
dalam AMDAL seharusnya arti dampak dapat diberi batasan; perbedaan antara
kondisi lingkungan yang diprakirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang
diprakirakan akan ada dengan adanya pembangunan. Dengan batasan ini dampak yang
disebabkan oleh aktivitas lain di luar pembangunan termaksud, baik alamiah
maupun oleh manusia, tidak ikut diperhitungkan dalam prakiraan dampak. Dampak
meliputi baik dampak biofisik, maupun dampak social-ekonomi-budaya dan
kesehatan, serta seharusnya tidak dilakukan Analisis Dampak Sosial dan Analisis
Dampak Kesehatan Lingkungan secara terpisah dari AMDAL.
AMDAL
seharusnya dilakukan seawal mungkin dalam daur proyek, yaitu bersama-sama
dengan eksplorasi, telaah kelayakan rekayasa dan telaah kelayakan ekonomi
sehingga AMDAL menjadi sebuah komponen integral telaah kelayakan proyek.
Pengalaman
menunjukkan, AMDAL hingga sekarang masih belum efektif digunakan dalam proses
perencanaan. Sebab-sebab penting tidak efektifya AMDAL ialah:
1. pelaksanaan
AMDAL yang terlambat, sehingga tidak dapat lagi mempengaruhi proses perencanaan
tanpa menyebabkan penundaan pelaksanaan program atau proyek dan menaikkan biaya
proyek,
2. Kurangnya
pengertian pada beberapa pihak tentang arti dan peranan AMDAL, sehingga AMDAL
dilaksanakan sekedar untuk memenuhi peraturan undang-undang atau bahkan
disalahgunakan untuk membenarkan suatu proyek.
3. Belum
cukup berkembangnya teknik AMDAL untuk dapat dibuatnya AMDAL yang relevan dan
dengan rekomendasi yang spesifik dan jelas.
4. Kurangnya
keterampilan pada Komisi AMDAL untuk memeriksa laporan AMDAL.
5. Belum
adanya pemantauan yang baik untuk mengetahui apakah rekomendasi AMDAL yang
tertera dalam RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) benar-benar digunakan untuk
menyempurnakan perencanaan dan dilaksanakan dalam implementasi proyek.
Tujuan
jangka panjang kita bukanlah untuk memperkuat lembaga AMDAL, melainkan justru
untuk mengeliminasinya dengan makin mengurangi kebutuhan akan AMDAL sebagai
proses terpisah dan mengintegrasikan pertimbangan lingkungan yang holistik
sebagai bagian internal proses perencanaan yang berwawasan lingkungan.
Uraian
Umum
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan merupakan suatu proses yang terdiri atas banyak
langkah. Semula menurut PP 29 tahun 1986 prosedur AMDAL sangat panjang. Dengan
dicabutnya PP ini dan digantinya dengan PP 51 tahun 1993 prosedur itu disederhanakan.
PP 51 tahun 1993 mengandung banyak unsur. Dalam Gambar 1. disajikan skema
proses AMDAL dan penapisan (screening)
yang mendahuluinya sesuai dengan PP 51 tahun 1993.
SEMUA PROYEK
|
DAFTAR PENAPIS
KEPMEN-11/MENLH/4/94
|
PERLU AMDAL
|
TIDAK PERLU
AMDAL
|
KERANGKA ACUAN (KA)
SEMENTARA
|
UKL & UPL
KEP-12/MENLH/3/94
|
AMDAL:
|
IDENTIFIKASI HAL PENTING
|
IDENTIFIKASI DAMPAK PENTING
|
PELINGKUPAN
|
KA YANG
DISEMPURNAKAN
|
PRAKIRAAN DAMPAK
|
EVALUASI DAMPAK
|
RKL & RPL
|
LAPORAN
|
KOMISI AMDAL
|
PELAKSANAAN PROYEK
|
TIDAK
|
YA
|
PROYEK DIMODIFIKASI
|
PROYEK DILAKSANAKAN
|
Gambar
1. Skema
proses pelaksanaan penapisan dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan didahului oleh penapisan (screening) apakah proyek akan memerlukan AMDAL atau tidak, AMDAL
terdiri atas beberapa langkah, yaitu:
1.
Identifikasi dampak penting dan
pelingkupan.
2.
Penyusunan Kerangka Acuan (KA)
berdasarkan pelingkupan.
3.
ANDAL:
3.1
Prakiraan besarnya dampak
3.2
Evaluasi dampak
4.
Perencanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan.
4.1
Penyusunan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL)
4.2
Penyusunan Rencana Pemantauan Lingkungan
(RPL)
5.
Penyusunan laporan AMDAL.
5.1
Penyusunan Ringkasan Eksekutif
5.2
Penyusunan Laporan Utama
5.3
Penyusunan Lampiran-lampiran
Pelingkupan
bertujuan untuk membatasi ruang lingkup studi ANDAL pada dampak penting saja.
Masing-masing
langkah membutuhkan metode yang sesuai dengan langkah yang bersangkutan.
Karena
sifat AMDAL yang lintas sektoral gugus kerja AMDAL haruslah bersifat
multidisiplin dengan anggota pakar yang menguasai bidang yang diliput dalam
AMDAL yang bersangkutan. Anggota pakar tidak perlu mempunyai sertifikat kursus
AMDAL. Ketua dan seharusnya juga wakil ketua harus mempunyai pengalaman dalam
pelaksanaan dan penyusunan AMDAL.
Pelaksana
AMDAL bukanlah konsultan rekayasa (engineering
consultant) yang harus menghasilkan rancang bangun rekayasa (engineering design) penanganan suatu
dampak.
Penapisan
Tujuan AMDAL
adalah untuk menjadi alat dalam perencanaan pembangunan dan bukan alat
birokrasi yang memperpanjang proses persetujuan dan pemberian izin. Oleh karena
itu sudah selayaknyalah AMDAL hanya dilakukan pada rencana proyek yang
diperkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan, seperti tertera
dalam pasal 16 Undang-Undang No.4, tahun 1982, dan tidak pada semua rencana
proyek. Untuk memenuhi ketentuan ini perlulah dilakukan penapisan, yaitu
memilah rencana proyek manakah yang dianggap akan mempunyai dampak penting dan
karena itu harus dilengkapi dengan AMDAL serta proyek mana yang tidak perlu.
Untuk tidak menjadi beban tambahan pada tenaga, waktu dan biaya pembangunan
serta pada birokrasi, prosedur dan metode penapisan haruslah sederhana dengan
komplikasi yang minimum dan tingkat kepercayaan yang maksimum bahwa proyek yang
ditapis akan atau tidak akan menyebabkan dampak penting terhadap lingkungan.
Metode penapisan dalam garis besarnya dapat dibedakan
dalam dua kelompok, yaitu metode penapisan bertahap dan metode penapisan satu
langkah.
Metode penapisan yang bersifat uraian memerlukan tenaga
terlatih baik untuk penyusunannya maupun untuk memeriksanya. Karena laporan
penapisan harus diperiksa oleh instansi yang berwewenang, metode ini
memperpanjang birokrasi dan menambah ekonomi biaya tinggi.
Metode penapisan yang sederhana berupa daftar positif,
yaitu rencana jenis proyek dan lokasi yang tercantum dalam daftar diharuskan
dilengkapi dengan AMDAL. Yang tidak tercantum di dalamnya tidak memerlukan
AMDAL. Metode ini sangat mudah dan dengan Kepmen-11/MENLH/3/1994 metode
penapisan dengan daftar positif telah diterapkan di Indonesia. Para pemrakarsa
dapat menapis rencana proyeknya sendiri dan dapat langsung melakukan AMDAL,
apabila jenis proyeknya termasuk dalam daftar penapis tersebut. AMDAL itu dapat
dilakukan dalam tahap perencanaan yang dini dan diintegrasikan ke dalam telaah
kelayakan bersama dengan telaah kelayakan rekayasa dan ekonomi.
Daftar
1.
Rencana proyek dan lokasi pembangunan yang harus dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan.
A. JENIS PROYEK
I.
Industri/Pertambangan
1. Besi
dan baja
2. Kertas
dan pulp
3. Pariwisata
4. Peleburan
logam
5. Pertambangan
(logam dan non-logam)
6. Petrokimia
7. Pupuk
8. Semen
9. Tekstil
II.
Energi
1. Kebun
energy
2. Listrik:
PLTA, PLTD, PLTN, PLTP, PLTU, PLTL (Pusat Listrik Tenaga Laut)
III. Kependudukan
1.
Keluarga Berencana
2.
Transmigrasi
IV. Lalulintas/pegangkutan/transmisi
1. Bandar
udara
2. Jalan
raya
3. Pipa
minyak dan gas
4. Pelabuhan
5. Transmisi
listrik tegangan tinggi.
V. Limbah
1. Limbah
bahan beracun dan berbahaya (B3)
VI. Pertanian/Perikanan/Peternakan/Kehutanan
1. Intensifikasi
regional/nasional pertanian, perikanan, peternakan
2. Konversi
hutan (termasuk hutan bakau)
3. Pembalakan
4. Pembukaan
daerah pertanian baru, misalnya Perkebunan Inti Rakyat (PIR)
B. LOKASI PROYEK
1. Daerah
yang dilindungi (cagar alam, taman Nasional, hutan lindung, cagar budaya, dan
lain sebagainya).
2. Daerah
yang mengandung atau di dekat lokasi bersejarah, arkeologik, religious atau
kultural.
3. Terumbu
karang dan daerah perikanan utama.
4. Daerah
yang mempunyai nilaui keindahan luar biasa atau sifat khas berdasarkan SK
Menteri atau Gubernur.
5. Pantai
(termasuk daerah hutan bakau dan pantai rekreasi, kuala (estuary), danau dan rawa).
Uraian
diatas menunjukkan metode satu langkah sangat sederhana. Berdasarkan daftar
yang telah ditentukan sebagai criteria dengan mudah seorang pejabat dapat menentukan perlu atau tidaknya dilakukan
AMDAL. Hasil yang konsisten dapat diharapkan dapat dicapai dengan mudah.
Pelingkupan
Pelingkupan
bertujuan untuk membatasi penelitian AMDAL pada dampak penting saja. Dampak
penting ditentukan dari sejumlah dampak potensial yang diidentifikasikan
berdasarkan hal penting, yaitu hal yang dipedulikan dan dianggap penting oleh
pemrakarsa proyek, pemerintah dan masyarakat nasional maupun internasional. Karena
itu penentuan hal penting harus didasarkan pada masukan yang diperoleh dari
pemrakarsa, pejabat yang berwewenang dan masyarakat yang berkepentingan. Usaha
untuk mendapatkan masukan dari keempat kelompok itu merupakan upaya untuk
terlaksananya pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993.
Metode
identifikasi hal penting ialah i) telaah uraian proyek dan penelitian lapangan
di daerah proyek, ii) telaah literature, iii) wawancara dan kuisioner, iv)
rapat dan lokakarya, v) simulasi dan vi) Delphi.
Dalam
fase pelingkupan harus pula dieksplorasi alternative yang wajar untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Metode
identifikasi dampak ialah i) daftar uji, ii) matriks, iii) bagan alir dan iv)
integrasi ketiga metode ini.
Dengan merunut dampak dalam bagan
alir kita dapatkan:
Urbanisasi
|
Pembangunan
Industri
|
Persiapan
|
Pembebasan lahan
|
Pencemaran air
|
Kenaikan kepadatan penduduk
|
Penurunan produksi hasil
pertanian
|
Pengangsuran penduduk
|
Konstruksi prasarana dan
kompleks industri
|
Kenaikan tekanan penduduk
|
Kenaikan air larian
|
Kerusakan hutan
|
Kenaikan air aliran
|
Kenaikan laju erosi
|
Erosi gen
|
Kenaikan produksi limbah di
kota
|
Gambar . Sebagian bagan alir
identifikasi dampak pembangunan industri.
Dampak penting dampak
juga diidentifikasi secara langsung dari dampak potensial tanpa identifikasi
hal penting dahulu.
Dampak
kecil-kecil dan tidak penting yang banyak jumlahnya dapat bekerja aditif
menjadi dampak kumulatif yang besar dan penting. Mekanisme terjadinya dampak
kumulatif masih banyak yang belum diketahui. Potensi terjadinya dampak
kumulatif dapat diidentifikasi dengan daftar uji.
Pelingkupan
mencakup bidang, ruang dan waktu. Pelingkupan selanjutnya digunakan sebagai dasar
untuk menyusun kerangka acuan. Kerangka acuan seharusnya bersifat lentur, yaitu
dapat mengalami perubahan, baik dengan kerja-kurang atau kerja-tambah.
Prakiraan
Dampak, Analisis Risiko Lingkungan Serta Evaluasi Dampak Dan Risiko
Prakiraan dampak memerlukan
dilakukannya dua hal:
i)
Prakiraan kondisi lingkungan “tanpa
proyek” pada waktu t, yaitu Qtp.
ii) Prakiraan
kondisi lingkungan “dengan proyek” pada waktu t, yaitu Qdp.
Dampak
proyek ialah Qdp - Qtp.
Tidaklah benar bahwa makin banyak data dan makin teliti
adalah makin baik, karena dengan cara itu terkumpul data berlebihan dan dengan
ketelitian yang berlebihan pula yang mempersulit pengambil keputusan. Banyak
biaya, tenaga dan waktu menjadi mubazir. Agar pengumpulan data dapat efektif
dan optimal, pengumpulan data itu harus didasarkan pada jenis, ruang dan waktu
dampak penting yang telah diidentifikasi dalam pelingkupan dan model prakiraan
masing-masing dampak penting itu.
Prakiraaan dampak dapat dilakukan dengan metode informal
dan metode formal. Sedapat-dapatnya diusahakan untuk digunakan metode formal,
yaitu dengan i) model prakiraan cepat, ii) model matematik, iii) model fisik
dan iv) model eksperimental, dengan menghasilkan hasil kuantitatif.
Dampak dapat bersifat kumulatif. Mekanisme terjadinya
dampak kumulatif masih banyak yang belum diketahui. Karena itu metode prakiraan
dampak kumulatif juga masih banyak yang belum berkembang, sehingga prakiraan
itu masih banyak dilakukan secara informal dengan hasil yang bersifat
kualitatif. Namun dalam hal telah dapat dilakukan metode formal, harus
diusahakan metode ini untuk mendapatkan hasil kuantitatif.
Analisis Risiko Lingkungan dapat digunakan sebagai bagian
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Oleh karena prakiraan dalam AMDAL
mengandung banyak ketidakpastiaan. ARL yang secara eksplisit mencakup
ketidakpastian dalam perhitungannya membuat AMDAL menjadi lebih canggih.
Evaluasi dampak dapat pula dilakukan dengan metode
informal dan metode formal. Metode formal terdiri atas i) metode pembobotan dan
ii) metode ekonomi.
Evaluasi dampak bersifat antroposentris. Karena itu
evaluasi dampak selalu mengandung subjektivitas. Beberapa usaha telah dilakukan
untuk mengurangi subjektivitas dan menambah objektivitas, misalnya dengan pemberian
skala dan bobot. Untuk mempermudah pengambilan keputusan skala dan bobot yang
didapatkan dari masing-masing dampak yang banyak jumlahnya selanjutnya
diusahakan untuk dirangkum menjadi satu atau sejumlah kecil indeks komposit.
Amalgamasi atau agregasi ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak
melanggar kaidah matematik dan tidak menutupi atau menyembunyikan dampak yang
besar dan penting. Untuk menghindari yang akhir ini dampak yang besar dan
penting itu harus diberi “bendera merah”.
Pengelolaan
Lingkungan Proyek: Penanganan Dampak, Pemantauan Dampak Dan Audit Lingkungan
Pengelolaan lingkungan
terdiri atas penanganan dampak. Sementara dampak negatif yang penting
diharuskan ditangani oleh undang-undang, tidak ada ketentuan yang mengharuskan
ditanganinya dampak positif. Hal ini akan mengurangi keuntungan yang dapat
didapatkan dari proyek dan menjadi mubazirnya suberdaya. Karena itu harus
diusahakan untuk dapat ditanganinya dampak positif, antara lain, dengan
menggunakan dampak tersebut untuk menangani dampak negatif.
Penanganan dampak dapat
bersifat ad hoc, yaitu untuk dampak
yang bersifat kecil, tetapi penting, misalnya penggunaan masker pada pekerja di
pertambangan batu. Untuk dampak yang bersifat lintas sektoral penanganannya seharusnya
merupakan bagian terpadu pengelolaan lingkungan proyek, misalnya pada
pembangunan kota dan pembangunan bendungan.
Metode penanganan
dampak sesuai dengan bidang dampak yang ditangani.
Pemantauan dampak
bertujuan untuk mengelola dampak, evaluasi proyek, umpan balik untuk perbaikan
teknik prakiraan dampak dan untuk memberi data untuk pengembangan kebijaksanaan
lingkungan. Untuk dapat menunjukkan perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
proyek ,yaitu dampak proyek, pemantauan seharusnya menggunakan rancangan pasangan
control-perlakuan.
Audit lingkungan
mengukur kondisi lingkungan pada proyek yang sedang berjalan dengan tujuan
untuk mengidentifikasikan manfaat dan resiko yang ada di daerah proyek. Dengan
identifikasi itu dapatlah manfaat diperbesar dan resiko diperkecil. Hasil akhir
audit lingkungan berupa Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL) yang disempurnakan.
Gambar industri di PT.
KIMA yang kena AMDAL sehingga harus dikelola terlebih dahulu sebelum dilepas
kembali di alam atau lingkungan:
DAFTAR
PUSTAKA
Soemarwoto, Otto. Analisis Mengenai
Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009.