Senin, 18 Juni 2012

AMDAL ANALISA MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
DARI PENCEMARAN YANG MEMUAT
RPL (RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN),
SEL (STUDI EVALUASI LINGKUNGAN),
RKL (RENCANA KELOLA LINGKUNGAN),
DAN
KEBIJAKAN TENTANG LINKUNGAN

Latar Belakang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang sering disingkat dengan AMDAL, lahir dengan diundangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat yaitu, National Environmental Policy Act (NEPA), pada tahun 1969. NEPA 1969 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Pasal 102 (2) (C) dalam undang-undang ini menyatakan, semua usulan legislasi dan aktivitas pemerintah federal yang besar yang diperkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan diharuskan diserta laporan Environment Impact Assessment (Analisis Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut.
NEPA 1969 merupakan suatu reaksi terhadap kerusakan lingkungan oleh aktivitas manusia yang makin meningkat, antara lain tercemarnya lingkungan oleh pestisida serta limbah industri dan transpor, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta menurunnya nilai estetika alam.
Pada tahun 1962 terbitlah buku Rachel Carson yang berjudul The Silent Spring (Musim Semi Yang Sunyi). Dalam Bab 1 bukunya itu Carson antara lain menyatakan: “Penyakit misterius telah menyerang ayam, sapi serta domba sakit dan mati. Di mana-mana terdapat bayangan kematian. Para petani berbicara tentang banyaknya kematian dalam keluarga mereka. Para dokter menghadapi teka-teki penyakit baru. Kematian sekonyong-konyong yang tak dapat diterangkan penyebabnya terjadi di antara orang dewasa maupun anak-anak yang tiba-tiba menjadi sakit waktu bermain-main dan meninggal dalam waktu beberapa jam. Ada kesunyian yang aneh. Burung-burung, misalny, kemana mereka pergi.”
Sebelum diterbitkannya buku Carson itu di bagian dunia yang lain, yaitu di Jepang, terjadi malapetaka uang mengerikan. Pada akhir tahun 1953 di antara penduduk nelayan dan keluarganya di sekitar Teluk Minamata di baratdaya Pulau Kyushu, yang makanan utamanya terdiri atas ikan, terjadilah wabah neutrologisyang tidak menular.
Penyakit itu belum dikenal oleh dunia kedokteran. Baru pada tahun 1959 dapatlah ditunjukkan, penyakit tersebut disebabkan oleh konsumsi ikan yang tercemar oleh metilmerkuri. Sumber metilmerkuri ialah limbah yanga mengandung Hg dari beberapa pabrik kimia milik Chisso Co. yang memproduksi plastic (PVC). Limbah tersebut telah dibuang ke Teluk Minamata selama beberapa tahun sebelum 1953. Metilmerkuri itu terbentuk dari asetaldehide dan air raksa anorganik yang digunakan sebagai katalisator. Penyakit ini kemudian dikenal dengan nama penyakit Minamata.
Walaupun air raksa di dalam air laut semula rendah, organisme tertentu dapat menimbun air raksa yang diserapnya dari lingkungannya kedalam tubuhnya. Peristiwa ini disebut bioakumulasi. Kadar tersebut makin lama dapat menjadi makin tinggi dalam rantai makan-memakan dari plankton sampai ke ikan. Dalam ekologi rantai makan-memakan disebut rantai makanan dan masing-masing rantai makanan disebut tingkat trofik.
Peningkatan kadar suatu zat melalui rantai makanan disebut pelipatan biologik (biological magnification). Pelipatan biologic banyak terjadi di dalam alam, namun tidak selalu terjadi dengan semua zat maupun pada semua rantai makanan (Koeman, 1983). 
Malapetaka lain yang berkaitan dengan air raksa telah terjadi di Irak yang menerima benih gandum dari Meksiko yang telah diperlakukan dengan fungisida air raksa, yaitu etilmerkuri p-toluen sulfonanilida. Benih tersebut dimaksudkan untuk ditanam dan bukan untuk dikonsumsi. Akan tetapi penduduk yang melarat telah memakannya, sehingga mengalami keracunan. Dengan jatuhnya korban pemerintah Irak mengumumkan, siapapun yang mempunyai benih yang telah diperlakukan itu akan ditindak tegas, bahkan dapat dihukum mati. Karena ketakutan para petani yang mempunyai benih tersebut membuangnya ke sungai dan danau yang berdekatan. Akibatnya ialah tercemarnya air sungai dan danau yang mengakibatkan keracunan penduduk yang amat luas. Diperkirakan 5.000-50.000 orang telah meninggal dan lebih dari 100.000 orang atau bahkan mungkun sampai 500.000 orang telah menjadi cacat seumur hidup (Bakir et al., 1973).
Dari contoh di atas jelaslah apa yang ditulis oleh Carson dalam bukunya The Silence Spring bukanlah suatu impian, melainkan memang benar-benar dapat terjadi. Maka dapatlah dimengerti mengapa terjadi reaksi yang sangat keras terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Lahirlah berbagai organisasi yang menamakan dirinya sebagai organisasi nir-pemerintah ( non-governmental organization atau NGO) yang sangat militant. Banyak NGO ini sangat aktif dalam persiapan dan selama konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm. Di Indonesia NGO disebut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).


PEMBAHASAN
            Analisis Mengenai Dampak Lingkungan diperuntukkan bagi perencanaan program dan proyek. Karena itu AMDAL sering pula disebut preaudit. Baik menurut undang-undang maupun berdasarkan pertimbangan teknis. AMDAL bukanlah alat untuk mengkaji lingkungan setelah program atau proyek selesai dan operasional. Sebab setelah program atau proyek selesai lingkungan telah berubah, sehingga garis dasar seluruhnya atau sebagian telah terhapus dan tidak ada lagi acuan untuk mengukur dampak.
            AMDAL seharusnya digunakan tidak saja untuk program atau proyek yang bersifat fisik, melainkan juga untuk yang bersifat non-fisik, termasuk usulan produk legislatif. Hingga kini AMDAL baru berkembang untuk proyek fisik. Karena itu perlu ada penelitian untuk mengembangkan teknik AMDAL untuk program, baik fisik maupun non-fisik, dan untuk proyek non-fisik.
            Di dalam AMDAL seharusnya arti dampak dapat diberi batasan; perbedaan antara kondisi lingkungan yang diprakirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang diprakirakan akan ada dengan adanya pembangunan. Dengan batasan ini dampak yang disebabkan oleh aktivitas lain di luar pembangunan termaksud, baik alamiah maupun oleh manusia, tidak ikut diperhitungkan dalam prakiraan dampak. Dampak meliputi baik dampak biofisik, maupun dampak social-ekonomi-budaya dan kesehatan, serta seharusnya tidak dilakukan Analisis Dampak Sosial dan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan secara terpisah dari AMDAL.
            AMDAL seharusnya dilakukan seawal mungkin dalam daur proyek, yaitu bersama-sama dengan eksplorasi, telaah kelayakan rekayasa dan telaah kelayakan ekonomi sehingga AMDAL menjadi sebuah komponen integral telaah kelayakan proyek.
            Pengalaman menunjukkan, AMDAL hingga sekarang masih belum efektif digunakan dalam proses perencanaan. Sebab-sebab penting tidak efektifya AMDAL ialah:
1.      pelaksanaan AMDAL yang terlambat, sehingga tidak dapat lagi mempengaruhi proses perencanaan tanpa menyebabkan penundaan pelaksanaan program atau proyek dan menaikkan biaya proyek,
2.      Kurangnya pengertian pada beberapa pihak tentang arti dan peranan AMDAL, sehingga AMDAL dilaksanakan sekedar untuk memenuhi peraturan undang-undang atau bahkan disalahgunakan untuk membenarkan suatu proyek.
3.      Belum cukup berkembangnya teknik AMDAL untuk dapat dibuatnya AMDAL yang relevan dan dengan rekomendasi yang spesifik dan jelas.
4.      Kurangnya keterampilan pada Komisi AMDAL untuk memeriksa laporan AMDAL.
5.      Belum adanya pemantauan yang baik untuk mengetahui apakah rekomendasi AMDAL yang tertera dalam RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) benar-benar digunakan untuk menyempurnakan perencanaan dan dilaksanakan dalam implementasi proyek.
            Tujuan jangka panjang kita bukanlah untuk memperkuat lembaga AMDAL, melainkan justru untuk mengeliminasinya dengan makin mengurangi kebutuhan akan AMDAL sebagai proses terpisah dan mengintegrasikan pertimbangan lingkungan yang holistik sebagai bagian internal proses perencanaan yang berwawasan lingkungan.
Uraian Umum
            Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan suatu proses yang terdiri atas banyak langkah. Semula menurut PP 29 tahun 1986 prosedur AMDAL sangat panjang. Dengan dicabutnya PP ini dan digantinya dengan PP 51 tahun 1993 prosedur itu disederhanakan. PP 51 tahun 1993 mengandung banyak unsur. Dalam Gambar 1. disajikan skema proses AMDAL dan penapisan (screening) yang mendahuluinya sesuai dengan PP 51 tahun 1993.











SEMUA PROYEK
DAFTAR PENAPIS
KEPMEN-11/MENLH/4/94
PERLU AMDAL
TIDAK PERLU AMDAL
KERANGKA ACUAN (KA) SEMENTARA
UKL & UPL
KEP-12/MENLH/3/94
AMDAL:

IDENTIFIKASI HAL PENTING
IDENTIFIKASI DAMPAK  PENTING
PELINGKUPAN
KA YANG DISEMPURNAKAN
PRAKIRAAN DAMPAK
EVALUASI DAMPAK
RKL & RPL
LAPORAN
KOMISI AMDAL
PELAKSANAAN PROYEK
TIDAK
YA
PROYEK DIMODIFIKASI
PROYEK DILAKSANAKAN
 






















Gambar 1. Skema proses pelaksanaan penapisan dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
            Analisis Mengenai Dampak Lingkungan didahului oleh penapisan (screening) apakah proyek akan memerlukan AMDAL atau tidak, AMDAL terdiri atas beberapa langkah, yaitu:
1.         Identifikasi dampak penting dan pelingkupan.
2.         Penyusunan Kerangka Acuan (KA) berdasarkan pelingkupan.
3.         ANDAL:
3.1  Prakiraan besarnya dampak
3.2  Evaluasi dampak
4.         Perencanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
4.1  Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.2  Penyusunan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
5.         Penyusunan laporan AMDAL.
5.1  Penyusunan Ringkasan Eksekutif
5.2  Penyusunan Laporan Utama
5.3  Penyusunan Lampiran-lampiran
Pelingkupan bertujuan untuk membatasi ruang lingkup studi ANDAL pada dampak penting saja.
Masing-masing langkah membutuhkan metode yang sesuai dengan langkah yang bersangkutan.
Karena sifat AMDAL yang lintas sektoral gugus kerja AMDAL haruslah bersifat multidisiplin dengan anggota pakar yang menguasai bidang yang diliput dalam AMDAL yang bersangkutan. Anggota pakar tidak perlu mempunyai sertifikat kursus AMDAL. Ketua dan seharusnya juga wakil ketua harus mempunyai pengalaman dalam pelaksanaan dan penyusunan AMDAL.
Pelaksana AMDAL bukanlah konsultan rekayasa (engineering consultant) yang harus menghasilkan rancang bangun rekayasa (engineering design) penanganan suatu dampak.
Penapisan
            Tujuan AMDAL adalah untuk menjadi alat dalam perencanaan pembangunan dan bukan alat birokrasi yang memperpanjang proses persetujuan dan pemberian izin. Oleh karena itu sudah selayaknyalah AMDAL hanya dilakukan pada rencana proyek yang diperkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan, seperti tertera dalam pasal 16 Undang-Undang No.4, tahun 1982, dan tidak pada semua rencana proyek. Untuk memenuhi ketentuan ini perlulah dilakukan penapisan, yaitu memilah rencana proyek manakah yang dianggap akan mempunyai dampak penting dan karena itu harus dilengkapi dengan AMDAL serta proyek mana yang tidak perlu. Untuk tidak menjadi beban tambahan pada tenaga, waktu dan biaya pembangunan serta pada birokrasi, prosedur dan metode penapisan haruslah sederhana dengan komplikasi yang minimum dan tingkat kepercayaan yang maksimum bahwa proyek yang ditapis akan atau tidak akan menyebabkan dampak penting terhadap lingkungan.
            Metode penapisan dalam garis besarnya dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu metode penapisan bertahap dan metode penapisan satu langkah.
            Metode penapisan yang bersifat uraian memerlukan tenaga terlatih baik untuk penyusunannya maupun untuk memeriksanya. Karena laporan penapisan harus diperiksa oleh instansi yang berwewenang, metode ini memperpanjang birokrasi dan menambah ekonomi biaya tinggi.
            Metode penapisan yang sederhana berupa daftar positif, yaitu rencana jenis proyek dan lokasi yang tercantum dalam daftar diharuskan dilengkapi dengan AMDAL. Yang tidak tercantum di dalamnya tidak memerlukan AMDAL. Metode ini sangat mudah dan dengan Kepmen-11/MENLH/3/1994 metode penapisan dengan daftar positif telah diterapkan di Indonesia. Para pemrakarsa dapat menapis rencana proyeknya sendiri dan dapat langsung melakukan AMDAL, apabila jenis proyeknya termasuk dalam daftar penapis tersebut. AMDAL itu dapat dilakukan dalam tahap perencanaan yang dini dan diintegrasikan ke dalam telaah kelayakan bersama dengan telaah kelayakan rekayasa dan ekonomi.
Daftar 1. Rencana proyek dan lokasi pembangunan yang harus dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.


A. JENIS PROYEK
I.    Industri/Pertambangan
1.   Besi dan baja
2.   Kertas dan pulp
3.   Pariwisata
4.   Peleburan logam
5.   Pertambangan (logam dan non-logam)
6.   Petrokimia
7.   Pupuk
8.   Semen
9.   Tekstil
II.    Energi
1.   Kebun energy
2.   Listrik: PLTA, PLTD, PLTN, PLTP, PLTU, PLTL (Pusat Listrik Tenaga Laut)
III. Kependudukan
1.   Keluarga Berencana
2.   Transmigrasi
IV. Lalulintas/pegangkutan/transmisi
1.      Bandar udara
2.      Jalan raya
3.      Pipa minyak dan gas
4.      Pelabuhan
5.      Transmisi listrik tegangan tinggi.
V.    Limbah
1.      Limbah bahan beracun dan berbahaya (B3)
VI. Pertanian/Perikanan/Peternakan/Kehutanan
1.      Intensifikasi regional/nasional pertanian, perikanan, peternakan
2.      Konversi hutan (termasuk hutan bakau)
3.      Pembalakan
4.      Pembukaan daerah pertanian baru, misalnya Perkebunan Inti Rakyat (PIR)
B. LOKASI PROYEK
1.      Daerah yang dilindungi (cagar alam, taman Nasional, hutan lindung, cagar budaya, dan lain sebagainya).
2.      Daerah yang mengandung atau di dekat lokasi bersejarah, arkeologik, religious atau kultural.
3.      Terumbu karang dan daerah perikanan utama.
4.      Daerah yang mempunyai nilaui keindahan luar biasa atau sifat khas berdasarkan SK Menteri atau Gubernur.
5.      Pantai (termasuk daerah hutan bakau dan pantai rekreasi, kuala (estuary), danau dan rawa).
Uraian diatas menunjukkan metode satu langkah sangat sederhana. Berdasarkan daftar yang telah ditentukan sebagai criteria dengan mudah seorang pejabat dapat  menentukan perlu atau tidaknya dilakukan AMDAL. Hasil yang konsisten dapat diharapkan dapat dicapai dengan mudah.
Pelingkupan
            Pelingkupan bertujuan untuk membatasi penelitian AMDAL pada dampak penting saja. Dampak penting ditentukan dari sejumlah dampak potensial yang diidentifikasikan berdasarkan hal penting, yaitu hal yang dipedulikan dan dianggap penting oleh pemrakarsa proyek, pemerintah dan masyarakat nasional maupun internasional. Karena itu penentuan hal penting harus didasarkan pada masukan yang diperoleh dari pemrakarsa, pejabat yang berwewenang dan masyarakat yang berkepentingan. Usaha untuk mendapatkan masukan dari keempat kelompok itu merupakan upaya untuk terlaksananya pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1993.
            Metode identifikasi hal penting ialah i) telaah uraian proyek dan penelitian lapangan di daerah proyek, ii) telaah literature, iii) wawancara dan kuisioner, iv) rapat dan lokakarya, v) simulasi dan vi) Delphi.
            Dalam fase pelingkupan harus pula dieksplorasi alternative yang wajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
            Metode identifikasi dampak ialah i) daftar uji, ii) matriks, iii) bagan alir dan iv) integrasi ketiga metode ini.


                        Dengan merunut dampak dalam bagan alir kita dapatkan:
Urbanisasi
Pembangunan Industri
Persiapan
Pembebasan lahan
Pencemaran air
Kenaikan kepadatan penduduk
Penurunan produksi hasil pertanian
Pengangsuran penduduk
Konstruksi prasarana dan kompleks industri
Kenaikan tekanan penduduk
Kenaikan air larian
Kerusakan hutan
Kenaikan air aliran
Kenaikan laju erosi
Erosi gen
Kenaikan produksi limbah di kota
 














Gambar . Sebagian bagan alir identifikasi dampak pembangunan industri.

Dampak penting dampak juga diidentifikasi secara langsung dari dampak potensial tanpa identifikasi hal penting dahulu.
            Dampak kecil-kecil dan tidak penting yang banyak jumlahnya dapat bekerja aditif menjadi dampak kumulatif yang besar dan penting. Mekanisme terjadinya dampak kumulatif masih banyak yang belum diketahui. Potensi terjadinya dampak kumulatif dapat diidentifikasi dengan daftar uji.
            Pelingkupan mencakup bidang, ruang dan waktu. Pelingkupan selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menyusun kerangka acuan. Kerangka acuan seharusnya bersifat lentur, yaitu dapat mengalami perubahan, baik dengan kerja-kurang atau kerja-tambah.

Prakiraan Dampak, Analisis Risiko Lingkungan Serta Evaluasi Dampak Dan Risiko
Prakiraan dampak memerlukan dilakukannya dua hal:
i)        Prakiraan kondisi lingkungan “tanpa proyek” pada waktu t, yaitu Qtp.
ii)      Prakiraan kondisi lingkungan “dengan proyek” pada waktu t, yaitu Qdp.
Dampak proyek ialah Qdp - Qtp.
           
            Tidaklah benar bahwa makin banyak data dan makin teliti adalah makin baik, karena dengan cara itu terkumpul data berlebihan dan dengan ketelitian yang berlebihan pula yang mempersulit pengambil keputusan. Banyak biaya, tenaga dan waktu menjadi mubazir. Agar pengumpulan data dapat efektif dan optimal, pengumpulan data itu harus didasarkan pada jenis, ruang dan waktu dampak penting yang telah diidentifikasi dalam pelingkupan dan model prakiraan masing-masing dampak penting itu.
            Prakiraaan dampak dapat dilakukan dengan metode informal dan metode formal. Sedapat-dapatnya diusahakan untuk digunakan metode formal, yaitu dengan i) model prakiraan cepat, ii) model matematik, iii) model fisik dan iv) model eksperimental, dengan menghasilkan hasil kuantitatif.
            Dampak dapat bersifat kumulatif. Mekanisme terjadinya dampak kumulatif masih banyak yang belum diketahui. Karena itu metode prakiraan dampak kumulatif juga masih banyak yang belum berkembang, sehingga prakiraan itu masih banyak dilakukan secara informal dengan hasil yang bersifat kualitatif. Namun dalam hal telah dapat dilakukan metode formal, harus diusahakan metode ini untuk mendapatkan hasil kuantitatif.
            Analisis Risiko Lingkungan dapat digunakan sebagai bagian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Oleh karena prakiraan dalam AMDAL mengandung banyak ketidakpastiaan. ARL yang secara eksplisit mencakup ketidakpastian dalam perhitungannya membuat AMDAL menjadi lebih canggih.
            Evaluasi dampak dapat pula dilakukan dengan metode informal dan metode formal. Metode formal terdiri atas i) metode pembobotan dan ii) metode ekonomi.
            Evaluasi dampak bersifat antroposentris. Karena itu evaluasi dampak selalu mengandung subjektivitas. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengurangi subjektivitas dan menambah objektivitas, misalnya dengan pemberian skala dan bobot. Untuk mempermudah pengambilan keputusan skala dan bobot yang didapatkan dari masing-masing dampak yang banyak jumlahnya selanjutnya diusahakan untuk dirangkum menjadi satu atau sejumlah kecil indeks komposit. Amalgamasi atau agregasi ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak melanggar kaidah matematik dan tidak menutupi atau menyembunyikan dampak yang besar dan penting. Untuk menghindari yang akhir ini dampak yang besar dan penting itu harus diberi “bendera merah”.

Pengelolaan Lingkungan Proyek: Penanganan Dampak, Pemantauan Dampak Dan Audit Lingkungan
Pengelolaan lingkungan terdiri atas penanganan dampak. Sementara dampak negatif yang penting diharuskan ditangani oleh undang-undang, tidak ada ketentuan yang mengharuskan ditanganinya dampak positif. Hal ini akan mengurangi keuntungan yang dapat didapatkan dari proyek dan menjadi mubazirnya suberdaya. Karena itu harus diusahakan untuk dapat ditanganinya dampak positif, antara lain, dengan menggunakan dampak tersebut untuk menangani dampak negatif.
Penanganan dampak dapat bersifat ad hoc, yaitu untuk dampak yang bersifat kecil, tetapi penting, misalnya penggunaan masker pada pekerja di pertambangan batu. Untuk dampak yang bersifat lintas sektoral penanganannya seharusnya merupakan bagian terpadu pengelolaan lingkungan proyek, misalnya pada pembangunan kota dan pembangunan bendungan.
Metode penanganan dampak sesuai dengan bidang dampak yang ditangani.
Pemantauan dampak bertujuan untuk mengelola dampak, evaluasi proyek, umpan balik untuk perbaikan teknik prakiraan dampak dan untuk memberi data untuk pengembangan kebijaksanaan lingkungan. Untuk dapat menunjukkan perubahan lingkungan yang disebabkan oleh proyek ,yaitu dampak proyek, pemantauan seharusnya menggunakan rancangan pasangan control-perlakuan.
Audit lingkungan mengukur kondisi lingkungan pada proyek yang sedang berjalan dengan tujuan untuk mengidentifikasikan manfaat dan resiko yang ada di daerah proyek. Dengan identifikasi itu dapatlah manfaat diperbesar dan resiko diperkecil. Hasil akhir audit lingkungan berupa Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) yang disempurnakan.


Gambar industri di PT. KIMA yang kena AMDAL sehingga harus dikelola terlebih dahulu sebelum dilepas kembali di alam atau lingkungan:




DAFTAR PUSTAKA
Soemarwoto, Otto. Analisis Mengenai Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009.